Resep Simpel Tahu Aci

 

Sekitar tahun 2012 atau 2013, saya pernah mengikuti sebuah kompetisi menulis dari sebuah tabloid wanita. Saat itu sama sekali belum pernah menulis bebas, jadi sadar diri untuk hasilnya. Hanya karena penasaran dan temanya yang cocok akhirnya mantap ikut.

Sekian hari setelah pengumuman pemenang, yang tentu saja bukan saya, he... Datanglah paket ke rumah. Ternyata dari official tabloid tersebut. Entah apakah semua peserta kompetisi mendapatkan paket yang sama dengan saya atau tidak, saya tidak tahu. Yang pasti saya senang sekali. Ternyata isinya sebuah tas tangan dan...sebuah buku masakan yang hard cover. Tahu kan, buku bagus dengan hard cover harganya tidaklah murah. Alhamdulillah, rezeki bisa datang kapan saja, dan bisa berupa apa saja ya.

Lewat buku tersebut, cukup memberikan semangat memasak. Tapi, tidak berapa lama. Resep sebetulnya mudah, tapi entah kenapa selalu gagal. Jadi, lama-lama saya lupakan.
Nah, kali ini saya mulai tertarik buka lagi nih. Percobaan pertama saya resep tahu Slawi ini. Fyi, dulu saya pernah coba bikin ini dan gagal. Lengket dimana2. Alhamdulillah sekarang berhasil, padahal masak dengan santai. Mungkin bisa memasak juga butuh banyak "jam terbang" ya, selain juga rasa hepi saat memasak (dulu sepertinya terpaksa). Jadi, buat yang masaknya masih suka tidak sesuai ekspektasi, tetap semangat ya, mungkin cerita kita akan sama☺️

Source resep: Bango, Buku Mudah Memasak Kuliner Nusantara (2010), ditulis ulang dalam Cookpad- Bintu Tsaniyah


Bahan:
5 buah tahu kuning kecil, potong diagonal (me: 6 tahu putih)
Rendaman tahu:
200 ml air
1 siung bawang putih, haluskan
1 sdt garam
Minyak secukupnya
Bahan isi:
50 gr tepung sagu (me: tapioka)
1 siung bawang putih, haluskan
1/4 sdt garam
1/4 sdt merica bubuk
50 ml air es
1 tangkai kucai, iris 1 cm (me: daun bawang)

Bahan sambal:
75 ml kecap manis
5 buah cabai rawit iris


Cara membuat:
1. Keruk tahu bagian tengahnya, setelah itu rendam dalam bahan rendaman.
2. Aduk rata tepung sagu (tapioka), bawang putih, garam, merica, kucai (daun bawang) dan kerukan tahu. Tambahkan air es, uleni hingga kalis.
3. Masukkan dalam tahu.
4. Goreng dalam minyak yang sudah dipanaskan di atas api sedang sampai matang.
5. Sajikan bersama sambal kecap.

Selamat memasak.


Tentang Diri dalam Semesta

Suatu hari, diri ini menyadari bahwa apa-apa yang diterima saat masih anak-anak, semua tidak seindah saat sudah memasuki usia dewasa. Menerima perubahan dalam pikiran diri sendiri itu tidak mudah. Tapi bisa, bisa dibawa menjadi hal yang biasa. Hanya perlu proses dan terus belajar untuk memahami diri.


Ketika saya mulai memahami diri sendiri,

Maka:

1. Saya mulai memahami bahwa diri kita bisa menjadi semesta, dimana ada berbagai elemen yang menyusunnya sehingga untuk 'hidup' diri ini tunggal tapi bersama elemen lain yang melengkapi.


2. Saya bisa menempatkan diri lebih stabil di tengah semesta yang lain, seperti keluarga.

Keluarga itu tidak tercipta dgn unsur yang homogen, tapi heterogen. Arti gampangnya, bermacam-macam.

Macam sifat, macam bentuk fisik, macam kondisi sosial-budaya (ketika keluarga inti sudah berkeluarga).

Dalam heterogen semesta bernama keluarga, diri ini yakin hanya mewakili salah satu atau beberapa yang dominan. Pun sama dengan anggota keluarga lain, seharusnya. Maka dari itu, jika mau semesta ini baik, maka yang diperlukan bukan sama-sama menjalani hidup dengan cara yang sama. Tapi dengan masing-masing cara, cara yang diberikan Tuhan khusus untuk masing-masing individunya. Orangtua, kakak, adik, masing-masing mempunyai cara yang mestinya tidak sama.


Jika semesta bernama keluarga sudah bisa diterima dengan tulus ikhlas, maka memahami semesta yang lebih besar bukan hal yang sulit dan aneh.


3. Semesta bernama negri tempat diri ini lahir dan menjalani kehidupan.

Meskipun tampaknya lebih beragam lagi elemen penyusunnya. Tapi, dengan konsep diri dan semesta bernama keluarga, maka semuanya menjadi lebih sederhana dan masuk akal.

Jika ditautkan dalam semesta bernama keluarga, maka elemen negri ini bisa dianalogikan sebagai ayah, ibu, anak 1, anak 2, anak ke-dst... Semua memiliki karakter berbeda-beda. Negri ini memiliki banyak propinsi, banyak kabupaten, atau banyak ormas, masing-masing tentu membawa karakter sendiri.


Contoh kasus KKB dan Papua, dimana menjadi duri dalam negeri. Bisa disederhanakan, ibarat seorang anak yang merasa memiliki kondisi kurang dari saudaranya yang lain, tidak bisa/mengerti  mengungkapkan dengan cara yg baik apa kebutuhannya, bagaimana kekurangannya bukan sebagai alasan utama hidupnya menjadi tidak baik. Pihak yg berkuasa (ibarat orangtua) tetap selalu mengupayakan cara untuk mengatasi dengan berbagai pertimbangan. Belum selesai hingga kini, mempunyai hikmah bahwa kehidupan ya seperti itu, tidak semua berjalan baik, tapi jika masih diberikan hidup oleh Tuhan, maka yang dilakukan adalah tetap berjuang, melakukan apa-apa yang menjadi misi masing-masing individu saat ini.


Raga kita tentulah tidak seluas semesta, tapi jiwa kita bisa membuat semesta masuk ke dalam genggaman kita. Temu-dapatkan diri kita yang telah diskenariokan-Nya. Fitrah lahir. Dan laksanakan pesan-pesan khusus yang Tuhan sampaikan khusus untuk kita, untuk menjadi manfaat, membawa kebahagiaan untuk diri dunia dan akhirat kelak. Klise, tapi mungkin memang sesederhana itu hakikatnya tujuan manusia dihidupkan. 


Wallahua'lam.


Tabik,

Salam Bintu Tsaniyah


Definisi Muak

Mu·ak menurut KBBI adalah 1) sudah jemu (karena sudah kerap kali makan dan sebagainya): tiap hari diberi makan tempe, -- sudah; 2) merasa jijik sampai hendak muntah: -- aku melihat kotoran manusia di rumah sakit itu; 3) merasa bosan atau jijik mendengar atau melihat: aku -- melihat tingkah lakunya.


Ada kondisi terus menerus yg kasarannya 'enggak asyik' dan diri kita tetiba mengekspresikannya kayak mual aja, pengen hoeks, persis kayak ada di list icon smiley itu.

Setahun belakangan, saya mulai uji coba melepaskan jiwa raga untuk merespon dengan natural terhadap peristiwa yang menyinggung hidup saya.

Dan, pada suatu hari saya menemukan momen Muak tersebut.


Singkat cerita, beberapa hari itu saya ditinggal oleh partner❤️ ke luar kota untuk beberapa minggu. Sudah jalan beberapa hari waktu itu. Partner❤️ jika dinas luar itu gayanya seperti di zaman batu, jadi kami selalu minim komunikasi, boro-boro basa-basi, hal penting saja mungkin dibahas dalam 1 atau 2 kalimat saja.

Ya sudahlah. Sudah biasa sebetulnya, tapi hari itu perpaduannya ternyata sungguh membuat hati enggak jelas.

Padahal anak-anak tidak ada masalah berarti dan ada orang tua yang menemani selama partner❤️ pergi.

Saat itu pulang mengantar anak sekolah dengan sepeda motor. Cuaca mendung bahkan habis hujan. Masuk ke kompleks perumahan disambut oleh jalanan berlubang disana-sini. Sampailah di tikungan terakhir menuju rumah. Eh lha kok tiba-tiba rasa pengen 'hoeks'. Sampai kaget sambil mbatin, "ih apaan nih, kok tiba-tiba kayak pengen muntah, hehe..ada-ada saja", kaget tapi jadi merasa lucu sendiri.

Seperti biasanya sebuah momen, rasa itu hanya berlangsung singkat.


Sampai di rumah sudah biasa saja.

Beberapa jam kemudian, barulah tahu, pemicu rasa muak itu apa. Berkat perfeksionis dari bapak saya, he...

Beliau habis memakai motor saya. Pulang dari pergi beliau bilang, "ini motornya kenapa ya? Kayaknya 'katosen' bannya." Artinya, bannya terlalu keras.

Inget-inget ternyata beberapa hari sebelumnya saya memang pernah isi angin. Dan sejak isi angin itu memang berasa motor menjadi enggak nyaman, apalagi ketika kena jalan yang tidak rata atau halus.


Selepas angin ban dikempeskan sedikit oleh bapak, benarlah motor menjadi nyaman, empuk lagi.

Dan mengingatkan saya tentang momen Muak. Momen sesaat, yang ternyata selain ada alasan mood mungkin, ada juga alasan logisnya. 


Mengalami momen Muak secara sadar saat itu memberi saya pengalaman baru. Bahwa muak itu adalah salah satu jenis rasa yang normal dialami oleh seseorang. Sama dengan rasa sedih atau senang. 

Dan seperti kata KBBI, muak terjadi karena sebuah kejenuhan atau bosan terhadap sesuatu atau kondisi. 


Kamu pernah merasakan momen Muak apa nih? 

TIPS ANTI BAPER (Mau Komen Apa, Monggo Disekecaaken!)

"Mbak, kamu kok beda ya..." (sambil lihat ujung kepala sampai kaki)

"Mbak, 'segeran' ya kamu..."

"Mbak, kayake tambah melebar apa ya..."

"Mbak, pipinya loh...efek pulang kampung ta..."

Dll (versi kalimatnya berbeda, tapi intinya sama, ingin mengatakan saya: Gendut)

Itu komen  para khalayak 

>Baper? Marah? Kesal?

Alhamdulillah enggak

>Harusnya marah loh!

Enggak juga enggak apa-apa, ya...mungkin dulu, sekarang enggak

>Kok bisa? Gimana cara?

Ini dia:

1. Lihat kenyataan diri. Emang komennya enggak salah. Asline ya emang lagi 'seger', lemu dan suka makan.

Konon teori abal-abal sy, ini kayak sign menuju 40s. Beberapa orang disekitar yang saya kenal dan tahu usianya, pernah saya amati ada di masa ini. Soalnya setelah melebar, ketemu lagi, eh sudah kurusan. Wallahua'lam ya...


2. Lihat siapa yang berkomentar. Karena emang ketemunya sesekali, itu pun setelah sekian bulan atau tahun. Maka wajar jika menjadi 'b' aja jika dikomentari perihal fisik atau kabar diri (plus keluarga atau pasangan). 

3. Sebaik-baik prasangka adalah prasangka yang baik. Ini mungkin bisa jadi Reminder, bahwa apapun yang dikeluarkan (statement) orang lain bisa jadi salah, bisa juga sebaliknya. Jika alasan nomer 1 dan 2 sudah tidak relevan. Karakter orang macam-macam. Bahkan diri ini juga mungkin tidak selamanya bijak berkomentar kepada orang lain, barangkali asal ceplos di waktu yang tidak tepat.

Maka, berbaik sangka adalah kuncinya.

Yang dikeluarkan (omongan) orang lain tidak bisa kontrol. Yang bisa dikendalikan hanya diri kita sendiri. Simpulan dari cara saya adalah semakin kenalilah diri secara sadar, sehingga apapun komentar orang lain terhadap diri arahkan kepada kesadaran logika. Perasaan harus diimbangi dengan kesadaran logika.


Tabik.

Salam Bintu Tsaniyah.




Logo Hari Pendidikan Nasional 2023

Dilansir dari detik.com (2/5/2023) dan situs KSPSTENDIK Kemdikbud RI, logo tersebut dibentuk dari tiga elemen yang terdiri dari Bintang, Keceriaan dan Pena

Berikut adalah makna dari logo Hari Pendidikan Nasional 2023.

  1. Bintang, menggambarkan semangat Hardiknas yang selaras dengan visi dan misi pemerintah untuk melahirkan generasi Indonesia yang cerdas berkarakter. Dengan garis luwes menggambarkan semangat adaptif dan tangguh menghadapi perubahan zaman yang sangat dinamis.
  2. Keceriaan, menggambarkan suasana pendidikan Indonesia yang menggembirakan, penuh dengan antusiasme, dan gotong royong serta partisipasi publik.
  3. Pena, menggambarkan proses pendidikan sebagai sebuah proses penciptaan mahakarya yang memerlukan perpaduan holistik antara kemampuan intelektual, emosional, dan spritual dalam pelaksanaan

Cara untuk Bersabar

Bersabarlah, tetapi jangan memikirkan bilangan (kapan dan kapan).

Bersabarlah dengan ikhlas, pasrahkan segalanya pada Sang Maha.

Menunggu itu sangat membosankan bukan?
Jadi, jangan jadikan bersabar menjadi semacam proses menunggu
Tetaplah berjalan, seakan tidak ada jeda
Biarkan hatimu punya pengalih yang lain
Jika sudah saatnya, buah rasa bersabar akan datang dengan sendirinya

#CatatanBiTsa


Doa Akhir Bulan Syakban


  
(Sumber : Ustadz Mustofa M. Noer, pengurus TPQ Annuriyyah, Kedungwaringin, Patikraja, Banyumas, Jateng)

#catatan_BiTsa

 

Catatan Bintutsaniyah Template by Ipietoon Cute Blog Design